D-2: Menangis untuk siapa?

Seharian hujan turun, dari kemaren sore listrik mati, dan baru menyala tadi siang. Hujan terus mengguyur, di selingi petir di sana sini. Hari yang bagus kan? (Ini bukan sarkasme, as a pluviophile yang begini emang beneran bagus :-))

Jadwal hari ini padat juga, dari jam tujuh sudah on the way to MI AL, bukan mengajar tapi ada penyisihan lomba, rencana jam sepuluh cabut tapi berhubung di mintai tolong untuk mengajari menggunakan teleskop ya sudah deh, aku pulang sendirian jam sebelas. Yang perlu di catat, aku bisa naik motor, tapi aku punya trauma yang belum sembuh, jadi ini masih menakutkan untuk motoran sendiri.

Seharian hingga jam tiga kita datang dan pergi dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Sorenya hujan turun lebat, sangat lebat. Dan aku merenung menikmatinya. Kurang lebih ini hasil berfikirku kali ini. Aku ambil dari @otheraminah alias akun instagramku.

"Sore ini hujan lebat dan guntur mengguyur, waktu yang tepat untuk merenung. Kali ini tentang pernahkah saya berbuat benar?.
Semua orang ingin menjadi benar, untuk menjadi bernilai benar kita mengikuti logika AND, harus semua benar maka baru di anggap.
Pertama, di niati dengan benar, dan kedua di lakukan dengan benar, dan ketiga dengan cara yang benar.
salah satu saja poin tidak di penuhi kebenaran yang ingin di capai belum sempurna.
Bagi saya, sekolah berarti mencari ilmu tentang "cara yang benar". Berlatih dan kebiasaan akan menghasilkan "dilakukan dengan benar", sedang niat yang benar berada satu tingkat lebih tinggi karena ini soal hati, dan tidak setiap orang mampu mencapai titik "hati yang benar" lillahitaala -karena Alloh-.
Soal cara yang benar dan dilakukan dengan benar orang bisa menilai sehingga orang lain bisa menjadi watch dog, kalau salah bisalah di ingatkan, tapi kalau soal niatan yang ada dalam hati hanya Alloh dan diri sendiri yang tau, itu pun sering kali diri sendiri masih belum tau juga, sudah benarkah?.
Berbuat baik itu sulit. Manusia itu tempatnya salah, jadi memang seringnya berbuat salah, pingin berbuat baik di hati keselip niat "semoga ada yang melihat saya berbuat baik" alias riya bin pamer, sekalinya berbuat benar dan niat awalnya benar setelahnya yang di hati muncul ujub alias merasa benar, itu juga masuk salah, malah lebih buruk lagi dari berbuat salah.

Rasanya kebenaran itu setipis benang, wajarlah kalau di bilang shiratal mustaqim alias jembatan di akhirat itu setipis rambut di belah tujuh, karena memang setipis itulah angka kebenaran, perumpamaannya kebenaran itu seperti angka nol dalam garis bilangan. Negatifnya alias berbuat salahnya tak terhingga dan positifnya alias merasa benarnya juga tak terhingga. Begitulah, angka nol hanya satu di antara yang tak terhingga.

Pertanyaannya di ulang, pernahkah saya berbuat benar? Jawabnya saya tidak tau, tapi hampir yakin bahwa saya tidak pernah berbuat benar. Menyedihkan."

Begitulah, latar belakang aku berfikir itu sederhana. Dua orang teman sedang tes suara untuk tilawah. Ngerti kan tilawah? Itu lho ngaji yang pake lagu lagu, paham?.  Kebetulan surat yang di pilih adalah Ar-Rahman. Yang maha pengasih.

Salah satu ayat yang di ulang ulang  "nikmat tuhanmu manakah yang hendak kamu dustakan?". Jleb, makanya ar rahman adalah salah satu surat yang bikin nangis, begitulah aku mau nangis waktu mereka mulai ngaji, nadanya indah dan ayatnya menyayat hati, mataku mulai basah.

Lalu di hati muncul sekilas "kamu mau nangis karena denger al quran atau mau nangis karena biar orang tau kalau kamu sampel bisa nangis waktu denger alquran di baca?" Dari sana aku sudah, lebih baik tidak menangis tapi tidak ada sumber sumber riya atau ujub, dari pada nangis tapi di hati terselip yang nggak bener. Aku senang bisa nangis kalau sendiri, tapi jika ada orang lebih baik tidak, karena seperti yang aku tulis, angka nol itu hanya ada satu di antara angka yang tak terhingga, sangat mungkin niat di hatiku tergelincir kan?

Malamnya kita ada simulasi, san sekarang aku sudah siap tidur. Semoga besuj lebih baik ya, amin.

Comments

Popular posts from this blog

pengalaman mengurus surat keterangan bebas narkoba (SKBN).

Review : Serenade Biru Dinda

Mencari Jurnal di Universitas Brawijaya