Dia sahabatku

Kawan, ingat tidak dulu waktu kita kelas satu SD, aku orang baru disana, mengikuti Bu lik untuk mengajar di kedung wungu. Aku hanyalah bocah penakut yang baru lulus TK sebulan yang lalu, merah putih yang aku pakai pagi itu masih baru, di setrika licin oleh ibu. Aku ingat benar, aku takut, bingung dan ling lung, bagaimana tidak, rumahku jauh dari sekolah kita, ke SD aku harus naik sepeda berangkat bahkan sebelum matahari terbit. Persis cerita lintang di laskar pelangi, aku menyebrang sungai brantas dengan gethek yang kayunya mulai rapuh. Tak ada yang aku kenal, tak seorangpun, dan aku hanyalah anak lugu dan pemalu.
Lalu ketika selesai pendaftaran, aku melihatmu ada di depan pintu, dan menawariku sebuah pertemanan.

Kamu adalah orang pertama yang kukenal disana.

Apa kamu juga masih ingat, kita duduk sebangku. Nomertiga dari depan. Aku bukan anak yang rajin, dan sering kali meminjam alat tulismu. Dan kita saling bercerita, berbagi ketakutan yang melanda jiwa.

Kita dulu saling berjanji bukan, kita akan pindah sekolah senen depan. Benar, kita disana hanya seminggu, kita bertemu hanya seminggu. Iyaa, seminggu yang tujuh hari itu. Kamu bilang, senin depan kamu akan pindah mengikuti orangtuamu, dan kamu berharap aku juga akan pindah. Ingat tidak, dulu aku mengiyakan ajakanmu. Sungguh kok aku ingin pindah, aku juga ingin sekolah di tempat yang aku kenal, sekolah dekat rumah dimana aku sering bermain dengan teman teman.

Lalu senin itu akhirnya datang juga, aku datang sedikit siang, karena maklumlah, aku harus bersepeda jauh, terlalu jauh untuk anak sekecil aku. Aku berjalan kekelas dan melihat teman teman bergerombol di pintu. Aku tak tau apa yang terjadi.

Lalu kamu melihatku, dan kamu berusaha keluar dari kerumuman itu, tapi anak anak memukulmu dengan sapu dan ganggang penebah. Aku takfaham, maaf aku tak menolongmu. Akhirnya kamu bisa keluar juga dan menggeretku kebawah tiang bendera.

"Tadi itu kenapa?" Tanyaku padamu
Dan kamu menjawab "anak anak ingin merebut ini, ini untukmu" kamu menyerahkan sebuah bungkusan berlapis kertas kado. Ohh, jadi anak anak memukulimu karena ingin merebut hadiah ini?. Saat itu aku masih tak faham. Tapi sekarang aku tau, pengorbananmu sungguh luarbiasa, anak mana yang rela di pukul dengan sapu?. Untuk mempersembahkan salam perpisahan pada orang yang baru seminggu di kenal.
Kamu kembali berujar
"Hari ini aku sudah tidak masuk sekolah, ini hari terakhirku. Aku akan pindah kekalimantan" benar, hari itu kamu sudah mengenakan baju bebas, bukan seragam merah putih yang seharusnya. Dan saat itu aku hanya diam, masih tak faham. Bodohnya aku

Esoknya aku bertemu ibumu, ibumu bercerita soal betapa kamu menangis merengek meminta kado terakhir untukku, yang berupa permen tango sepak itu :-). Aku suka permennya, terimakasih ya.

Empat tahun berlalu, maafkan aku, aku ingkar soal senin depan akan pindah ke sekolah depan rumah, tapi sungguh aku sudah meminta. Aku selalu dijanjikan minggu depan, lalu minggu depannya lagi, hingga kelas empat aku masih di sini, dan kepindahan itu jadi janji yang tak bisa aku tepati.

Pagi itu di kelas empat, aku menerima sebuah surat. Darimu. Kamu jelas belum melupakan aku, sebagaimana aku selalu mengingatmu. Kamu menanyakan kabarku, dan berharap aku bisa menghubungimu lewat telepon. Kawan, aku tak kenal telepon itu apa. Aku hanya anak gunung yang buta teknologi. Namun aku juga berharap bisa membalas suratmu. Tapi teman yang kamu titipi surat layaknya amnesia padamu, dan aku jadi tak bisa membalas suratmu.  begitulah hubungan kita terputus. Kadang aku jadi berfikir, apa kamu hanya halusinasiku?, kenapa mereka tak tau siapa kamu?

Kawan, sekarang sudah larut malam, aku sudah sangat mengantuk, sekarang aku sedang KKN di desa yang mirip SD kita dulu, ini mengingatkanku padamu, demi membalas suratmu yang tak pernah bisa aku balas itu aku akan melek dulu.

Kawan, kamu adalah sesuatu yang sangat berarti bagiku. Barangkali tak banyak orang seberuntung aku bisa mengenalmu dan merasakan sebuah persahabatan yang begitu tulus, dan tanpa pamrih. Kamu tak mungkin tergantikan. Kamu selalu jadi parameter sekarang, dan memang tak ada yang sebaik kamu.

Kawan, kamu mau tau, kalau boleh jujur kadang aku menyesal punya bawaan lahir sikap acuh dan dingin begini. Karena aku jadi tak tahu kamu siapa. Aku sejujurnya tak tau namamu.

Iya, aku tak tau namamu

Tapi sungguh, semua yang kamu lalukan itu, persahabatan kita, akan lebih dari sekedar nama nama. Aku berharap ada seseorang yang membaca tulisan ini, dan mengenalmu, laku kita bisa berkomuniksi kembali.

Ada banyyaaak sekali hal yang ingin aku katakan, tapi kata kata ini tak mungkin bisa mewakilinya. Hanya satu yang ingin aku sampaikan.

Selalu ada ruang di hatiku untukmu. Terimakasih untuk semua yang telah kamu berikan padaku sehingga aku bisa merasakan keberuntungan ini.

Dear reader. I went to SDN 02 Kedungwungu Binangun Blitar. This is my contact othermimin@gmail com. Please tell me if u know about my friend.

Comments

Popular posts from this blog

pengalaman mengurus surat keterangan bebas narkoba (SKBN).

Review : Serenade Biru Dinda

Mencari Jurnal di Universitas Brawijaya