Menjadi Pluviophile

Hujan masih bergemericik di luar, nyaris seharian turun, hanya jeda sejenak saat tengah hari. Udara dingin menyusup dari celah celah ventilasi, suara dentang air mengenai atap seng terus berulang. Sebuah harmoni yang indah kan?.
Benar, aku seorang Pluviophile, si penikmat hujan, menyukai hujan dan merasakan kedamaian serta kebahagiaan di kala hujan turun. Berlarian di bawah derasnya guyuran hujan membawa kesenangan yang, sulit untuk mengatakan, yang jelas itu candu bagiku, seperti morfin bagi pecandunya.
Apakah kamu seorang pluviophile juga?, mari kita berbicara.
Apakah kamu kegirangan saat mendung pekat menggantung di langit?
Lihatlah langit yang menghitam di luar sana, semenit lagi pasti hujan mengguyur dengan derasnya. Yang aku rasakan adalah aku ingin duduk di balkon di temani secangkir coklat hangat, berharap hujan segera turun. Ada kedamaian di hatiku melihat awan menggumpal gumpal di atas sana, apa ya, bahagia mungkin? Rasanya seluruh semesta meminjamkan kekuatan dan menyalurkan ketenangan kepadaku. Apakah kamu juga begitu?
gemericik hujan menuruni kap halte saat kamu sendirian menunggu angkutan, apakah kamu tetap bahagia atau kamu takut?
Kalau aku, aku merasa tentram, aku tau harusnya otak mulai menjadi waspada, sedang sendirian di tengah guyuran hujan, bagaimana jika hal buruk terjadi?, tapi itu tidak berlaku bagiku, melihat tetesan hujan jatuh bisa membuatku tersenyum, ada rasa antusias di hati, ada yang rasanya ingin meloncat loncat di hati, rasa senang dan tenang menyusup di dada, aku mengatakan itu sebagai kebahagiaan. Apakah kamu begitu?
Sedang duduk di kelas kuliah di sore hari, hujan turun di luar sana, dan embunnya membasahi jendela. Tergodakah kamu melihatnya?
Kalau aku mungkin akan sering kali memalingkan muka ke jendela, apalagi jika matakuliah yang di ajarkan membosankan :-) , hujan punya kekuatan supernatural untuk menarik perhatianku. Begitu saja. Melihat embun mulai mengalir di jendela membuat tangan gatal mengusap dan tiba tiba saja mata sudah autofokus ke butiran hujan hahhahha, pernah sekali aku ada mata kuliah, kelas di mulai jam 14.00, jam 13.40 aku masih tidur terentang di kamar, mungkin enak kali ya mengambil jatah bolos hahahah, jam 13.50 aku makin nyaman saja untuk bergelung di bawah selimut. Dan tiga menit kemudian suara hujan terdengar, entah energi dari mana, aku yang memang sudah berpakaian rapi siap ke kampus langsung meraih tas dan lari ke kampus.. hujan menularkan energi luar biasa untukku, sesampainya kampus aku bukannya masuk ke kelas, malah duduk di loby lantai dua. Melihat hujan yang mengguyur taman di bawah sana :-) haahahha. Kamu bagaimana?
Melihat hujan dan merasakan dinginnya mengingatkanmu pada kenangan kenangan yang lalu, apakah kamu begitu?
Aku begitu, sebagai seorang pluviophile sudah tentu banyak kenangan yang terbentuk dari hujan, begitu turun pasti banyak memori yang autoplay langsung berputar dikepalaku, ada yang membuatku meringis sendiri, atau tersenyum sendiri. Aku ada pengalaman lucu mengenai itu, dulu awal waktu kuliah, mungkin semester satu atau dua, kami anak sejurusan ada praktikum yang letak laboratoriumnya di lantai tiga, di samping gedung ada tangga darurat, balkonnya menghadap kebarat, kebetulan sore itu hujan, tidak deras hanya rintik rintik kecil, dan aku teringat kejadian kejadian dulu waktu SMA, temanku yang bergerombol di lantai satu sepertinya salah tangkap melihatku yang sangat serius melihat hujan, dan mereka mulai berteriak "hay, jangan bunuh diri" hahahahh. Hujaan hujaaan, kadang kamu membuatku lupa ada dimana, jadi, apakah kamu juga merasakannya?
Apakah instrumen paling menarik buatmu?, biola atau gitar akustik? Kalau untukku suara hujan
Aku suka gubahan intrumen karya antonio vivaldi, juga permainan gitar akustik, namun suara hujan tidak ada yang mengalahkan. Suara hujan adalah gubahan musik karya Alloh yang sangat fenomenal. Di telingaku hujan membentuk irama musik yang indah dan penuh semangat, kadang menenangkan, kadang menakutkan, bahkan kadang membuat merinding. Menurutmu bagaimana?
Ada yang lain lagi, tanganku selalu tergoda menyentuh butiran hujan yang jatuh, apakah kamu sama?
Merasakan sensasi dingin butiran hujan ketika melewati sela sela jari itu luar biasa, mungkin seperti lawak paling lucu, aku sebenarnya tak tau lucunya di mana, tapi aku bisa tertawa kesenangan memecah curahan hujan dengan jari jariku. Selain itu ada lagi, aku tak tahan rasanya melengokkan kepalaku keluar jendela, ketika embun mengenai kulit ada sesuatu yang khusyuk sekali #apakah itu ungkapan yang tepat?#, dan yang lain lagi, semakin di lihat tetesan hujan yang jatuh akan melaju semakin pelan, jelas salah karena yang asli akan melaju semakin cepat mengikuti gravitasi, tapi begitulah bagiku. Kamu merasakannya?
Lalu yang terakhir ingin ku tuliskan, kamu tau petrichor?
Iyaa benar, petrichor. Apa sih petrichor itu?
Petrichor adalah salah satu bau alami yang tercium saat hujan turun membasahi tanah yang kering. Pada tahun 1964, saintis Australia, Isabel Joy Bear dan R. G. Thomas, melakukan penelitian mengenai aroma hujan dan mempublikasikannnya di jurnal Nature, “Nature of Agrillaceous Odor.” Isabel dan Thomas menciptakan istilah petrichor (Yunani, petra: batu, ichor: darah para dewa) untuk menjelaskan fenomena tersebut.
Aku kecanduan bau ini, aku tau kata ini dari seorang teman waktu SMA dulu, teman yang memahami benar canduku pada hujan dan mengenalkanku pada sedapnya bau tanah. :-)
Sebenarnya ada baaanyak sekali hal lainnya, lebih banyak perasaan yang tidak bisa aku tuliskan dari pada yang bisa, mungkin semua tulisanku itu belum mewakili apa yang sebenarnya, yaaah mau bagaimana lagi, rasa suka, rasa bahagia, rasa damai, bagaimana mendeskripsikannya? Hahahhha
Satu hal yang jelas dari semua itu, bahwa kebahagiaan itu kadang sangat sederhana, dan selalu ada cara untuk menikmati segala sesuatu bahkan mengenai hal paling tidak terduga. Yang jelas itu semua adalah salah satu tanda betapa kuasa Alloh itu sangaaat luar biasaaa.. :-) :-) :-)

Comments

Popular posts from this blog

pengalaman mengurus surat keterangan bebas narkoba (SKBN).

Review : Serenade Biru Dinda

Mencari Jurnal di Universitas Brawijaya