Kamu sebel sama?

Siang ini seorang teman maya saya melontarkan sebuah pertanyaan, "Kamu sebel ga sih sama mereka?" Merujuk pada organisasi yang seribg wara wiri di media dengan kamus binatangnya.

Pertanyaan itu menggelitik saya, saat ini momen politik sedang menguasai media, media media mainstream nyaris tiap hari mempublikasikan mengenai topik politik terbaru, satu kejadian akan di ulas hingga berhari hari, lagi pula zamannya teknologi, dimana mana freedom of speech di suarakan, di media sosial setiap orang di cekoki banyak sekali informasi, lalu netizen ikut menimpali dengan komentar masing masing, ada yang dengan bahasa santun, ada yang dengan penuh amarah.
Permasalahannya, dengan sekian banyak informasi, sulit untuk memutuskan mana yang benar, terlebih di arus dunia informasi yang penuh hoax seperti sekarang. Fakta semakin terkaburkan.
Kembali pada pertanyaan teman saya tadi, saya harus berhati hati menjawabnya, masalahnya kami adalah teman di dunia maya, dimana kami hanya berinteraksi lewat tukar tulisan, sedang tulisan seringkali menjadi multi persepsi. Kesalahan peletakan tanda baca bisa merubah seratus persen makna.
Contohnya begini, seumpama saya mengingatkan teman untuk berhati hati ada anjing, lalu saya meneriakkan (mengatakan)
"Anggi, Anjing!!!"
Jika ini di tuliskan menjadi
"Anggi anjing!!!"
Ini bisa menjadi di maknai bahwa saya mengatai Anggi itu anjing, masalahkan?

Begini kurang lebih jawaban saya,

"Hemmm... biasa aja sih,  aku tidak dalam posisi sebel atau semacamnya, ini kan proses pendidikan sih, kalo aku ada opini yang kontra bukan berarti sebel jugaa wkkwkwk, apa yang tak lihat kan hanya opini yang saya tangkap dari media, jadi dalam hal ini aku hanya sebagai pengamat saja, ngga suka juga ngga sebel juga wkwkkw"

Untuk saya, batas tidak menyukai sikap intoleransi orang lain dan realita diri sendiri juga intoleran sangat tipis. Saya sedikit kesulitan menuliskan apa yang saya pikirkan, karena mungkin akan mbulet. Saya ingin menuliskan, semoga bisa di fahami.

Seringkali saya tidak cocok dengan kalimat yang terlalu kasar, atau terlalu provokatif, sebagai masyarakat biasa, ketenangan situasi sangat di perlukan, lingkungan yang penuh huru hara akan mudah memancing emosi. Kalau dari tweet Gus Mus mungkin seperti jangan menggunakan bahasa khusus di tempat umum. Dan memang benar respon saya mengenai tindakan yang terlalu menjunjung freedom of speech hingga kebablasan adalah kontra.
namun bukan berarti ini menjadikan saya membenci orangnya, saya hanya tidak setuju dengan sikapnya.

Saya percaya,
"Saya tidak suka sikap intoleran, tapi hanya sikapnya bukan orangnya, dan saya berusaha menanggapi sikap intoleran dengan tidak berlebihan, saya kira bersikap tidak toleran pada orang yang menurut kita tidak toleran berarti kita merupakan bagian dari orang yang tidak toleran juga"

Memusingkan ya?

Comments

Popular posts from this blog

pengalaman mengurus surat keterangan bebas narkoba (SKBN).

Review : Serenade Biru Dinda

Mencari Jurnal di Universitas Brawijaya